Selasa, 13 Desember 2011
Kamis, 08 Desember 2011
MENUJU PERUBAHAN
MENUJU
PERUBAHAN
(Refleksi Terhadap Hari
Anti Korupsi)
Oleh:
Edi Kurniawan*
Berbagai
kasus korupsi di negeri ini yang banyak menimpa para pejabat, baik dari
kalangan eksekutif, yudikatif maupun legislatif. Mulai dari pemerintah pusat, daerah, kecamatan, dan desa
yang menunjukkan tidak hanya mandulnya Undang-undang Nomor 28 tahun 1999,
tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan peran Komisi Pemberantasan Korupi
(KPK), tetapi juga semakin tidak tertibnya nilai-nilai kehidupan sosial
masyarakat.
Kasus
korupsi yang diduga melibatkan para menteri, mantan menteri, gubernur, mantan
gubernur, bupati, mantan bupati dan lain sebagainya menunjukkan bahwa para
pejabat negara yang diharapkan menjadi tauladan bagi masyarakat luas mengenai
tertib hukum dan tertib sosial, ternyata justru mereka yang harus duduk dikursi
pesakitan. Kasus Century, Bulog, Wisma Atlet Palembang dalam skala nasional,
atau dalam skala kedaerahan seperti kasus pembangunan Jembatan Batang Hari II,
Jembatan Timbang, Izin Proyek Batu Bara, dan kasus penyuapan seleksi CPNS yang
melibat para pejabat daerah, ataupun kasus dana non bugeter DKP yang
begitu kusut hanyalah sedikit dari sekian banyak perkara korupsi di negara
dalam upaya mewujudkan good goverment dan clean goverment.
Runtuhnya
rezin Soeharto yang berkuasa selama 32 tahun menjadi langkah awal dari
reformasi disegala bidang baik itu ekonomi, politik, hukum, sosial dan budaya
serta yang terpenting adalah pintu demokrasi harus dibuka lebar-lebar dengan
harapan bangsa ini akan memiliki masa depan yang lebih baik. Namun sayang
impian itu tidak sepenuhnya terpenuhi, lamban bahkan sebagian kebobrokan itu
menjadi meningkat drastis secara kualitas maupun kuantitasnya, yang
salahsatunya adalah praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang merupakan
salahsatu penyakit akut dan warisan orde baru yang mengakibatkan sistem
ekonomi, politik, kekuasaan dan lapisan birokrasi yang berasaskan kekeluargaan.
Dalam
upaya serius pemberantasan tersebut, maka didirakanlah KPK atau Komisi
Pemberantasan Korupsi dengan harapan KPK bekerja optimal tanpa pandang bulu
dalam membersihkan “tikus-tikus kantor” atau “tikus-tikus tengik”, meminjam
istilah Iwan Fals. Begitu pula dengan ditetapkan dan disahkannya Undang-undang
Nomor 28 tahun 1999 tentang penyeenggaraan negara yang bersih. Hal ini membuktikan bahwa satu sisi
pemerintah beri’tikad keras untuk membasmi “tikus-tikus” ini. Namun di sisi
lain, timbul simalakama karena perkara korupsi bukanlah monopoli dari kalangan
elit tapi juga oleh kalangan akar rumput walaupun kerugian yang ditimbulkan
sedikit.
Korupsi
bukan hanya masalah hukum tapi juga budaya, kebiasaan dan kesempatan, moral dan
agama. Adalah suatu kesalahan besar jika kita mengatakan bahwa korupsi bisa
diberantas sampai keakar-akarnya bila yang dilakukan hanyalah sebatas pemenuhan
kebutuhan yuridis. Karena realitasnya semakin banyak peraturan justru korupsi
semakin meningkat. Jadi, dalam upaya pemberantasannya harus ada kesimbangan
antara peraturan dan kesadaran objek hukum.
Permasalahan pokok yang menyebabkan
ketidaktertiban hukum ini adalah karena adanya ketidaktertiban sosial. Bila
bicara masalah hukum seharusnya tidak dilepaskan dari kehidupan sosial
masyarakat karena hukum merupakan hasil cerminan dari pola tingkah laku, tata
aturan dan kebiasaan dalam masyarakat. Namun sangat disayangkan hukum sering
dijadikan satu-satunya mesin dalam penanggulangan kejahatan dan melupakan
masyarakat yang sebenarnya menjadi basis utama dalam penegakan hukum. Jadi
jelas bahwa aspek sosial memegang peran yang penting dalam upaya pencegahan
kejahatan yang tentunya hasilnya akan lebih baik karena memungkinkan memutus
matarantainya.
******
Hari
ini, 9 Desember 201I, adalah Hari Anti Korupsi Sedunia. Di Indonesia, momentum
ini dirayakan dengan beragam cara. Berbagai elemen masyarakat di sejumlah
daerah memperingatinya, mulai dengan berunjuk rasa, mengeluarkan pernyataan
sikap, jumpa pers, hingga memberikan pendidikan anti korupsi bagi anak-anak
usia Sekolah Dasar. Kegiatan-kegiatan tersebut merupakan bagian dari masyarakat
Indonesia
atas berbagai kasus korupsi yang terus bermunculan dan menunggu penyelesaian.
Energi besar bangsa untuk memberantas korupsi tersedot ke sini bahkan hampir
menyamai energi untuk mengatasi bencana lain yaitu bencana alam yang juga silih
berganti terjadi.
Menarik
untuk dicermati pernyataan Presiden yang menyatakan bahwa peritangatan hari
anti korupsi sedia ini bukan hanya seremonial saja, tapi berbicara berbicara
kongkret yang tajam dan fakta yang ada yang akan disampaikan ke publik pada
hari ini. Auditorium Masjid Agung Semarang menjadi fakta sejarah atas seremoni
ini.
Dalam
hemat penulis, kegamangan presiden atau kegamangan kita semua atas kasus
korupsi yang terjadi di negeri ini dan begitu pula upaya keras pemerintah dalam
upaya membentuk good geverment akan tercapai apabila semua pihak sadar
dan memulai “perang terhadap korupsi”, di samping juga kita butuh hukuman yang
mempunyai efek jera dan penegak hukum yang amanah dengan jabatannya.
Sebagai
penutup, marilah kita simak ungkapan hikmah dari Aa. Gym, lalu kita jadikan
sebagai titik tolak perubahan dan bumbu perayaan ini, “Mulailah dari diri
sendiri. Mulai dari hal yang terkecil. Dan mulailah saat ini”. Ketika orang
lain sibuk sikut-sikut sana
sikut sini, maka kita harus memulai menjadi orang yang jujur saat ini juga.
Ketika orang-orang tidak jujur maka kita harus memulai dari diri sendiri untuk
berlaku jujur.
Begitulah
secuil hikmah seorang Aa. Gym. Artinya, persoalan mendasar adalah memulai dari
diri sendiri yang dilandasi dengan kesadaran. Begitu pula dengan korupsi,
ketika seseorang sadar bahwa korupsi akan merugikan orang lain, bangsa, dan
menyengsarakan rakyat dan bertentangan dengan niai agama, tentu dia tidak akan
melakukan itu. Namun, nafsu syahwat keduniaan (hedonisme) terkadang menutup
mata untuk berbuat kebajikan. Jadi, untuk memulai perubahan tersebut, nafsu
syahwat keduniaan pada diri sendiri harus ditundukkan. Wallahua’lam! *
Selasa, 06 Desember 2011
Bagaimana Dengan Kita ?
Anak-anak adalah usia yang produktif untuk menghapal. Alangkah indahnya mereka tumbuh menjadi penghapal al-Qur'an.
Bayangkan,
cuma 5 kali pertemaun PAMI, mereka bisa menghapal surat Al-'Alaq yang
terdiri dari 19 ayat. Dengan kalkulasi ini, insyallah dalam waktu kurang dari satu tahun
mereka bisa menghapal satu juz al-qur'an (juz 30), meskipun sebagian
mereka masih belajar iqro'.
Hahahaha . . . . .
lucu .... qiro'ahnya masih a ba ta ya, subhanallah, mereka sudah bisa
lancar dari al 'alaq sampai an-nas dalam waktu kurang lebih 3 bulan.
Ajaib bukan?
Hmmmm..... ada pesan dari Nabi kita, "sebaik-baik manusia adalah orang yang belajar al-Qur'an dan mengajarkannya".
hayooooo . . . . . . bagaimana dengan kita? berepa yang sudah kita hapalkan dari al-qur'an? Apakah g' malu dengan anak-anak? ^_^
Langganan:
Postingan (Atom)