Ada satu hal menarik dan menggugahkan hatiku ketika
awal aku menginjakkan kaki di Kampus International Islamic University Malaysia
(IIUM) beberapa bulan lalu. Kampus ini terdiri dari ribuan mahasiswa asing dari
berbai penjuru dunia serta berbagai warna kulit, suku dan bangsa. Kesemuanya mereka
berada di bawah payung yang satu, yaitu Islam.
Awalnya sudah sering aku lewat di pojok Faculty
of Islamic Revealed Knowledge and Human Sciences, namun aku kurang
memperhatikan di sana ada sebuah jualan air mineral (sejenis aqua kalau di
Indonesia).
Beberapa minggu setelah itu secara seksama kuperhatikan, lalu akupun termenung:
“apakah ini jualan?”.
Aku melihat ada botol-botol air mineral yang tersusun dengan rapi pada sebuah rak dan kotak uangnya berwarna hijau daun pas di samping rak tersebut tanpa dijaga layaknya seperti toko yang sering kita lihat dan air meineralnyapun tanpa dikunci atau diikat. Siapa yang mau mengambil, langsung saja masukkan uangnya kedalam kotak dan siapa yang mau tidak jujur alias maling ambil saja, jika ada orang pura-puralah masukkan uang dan jika tidak ada orang langsung ambil saja, juga tidak akan ketahuaan kok. Dan lagi pojok Fakultas itu juga sedikit sepi.
Beberapa minggu setelah itu secara seksama kuperhatikan, lalu akupun termenung:
“apakah ini jualan?”.
Aku melihat ada botol-botol air mineral yang tersusun dengan rapi pada sebuah rak dan kotak uangnya berwarna hijau daun pas di samping rak tersebut tanpa dijaga layaknya seperti toko yang sering kita lihat dan air meineralnyapun tanpa dikunci atau diikat. Siapa yang mau mengambil, langsung saja masukkan uangnya kedalam kotak dan siapa yang mau tidak jujur alias maling ambil saja, jika ada orang pura-puralah masukkan uang dan jika tidak ada orang langsung ambil saja, juga tidak akan ketahuaan kok. Dan lagi pojok Fakultas itu juga sedikit sepi.
“Subhanallah” pikirku, “apakah ini tidak
hilang atau ada di antara mahasiswa yang tidak jujur?”, aku bergumam dalam
hati.
Kemudian keesokan harinya aku melawati jualan
tersebut lagi bersama dua orang teman, satu dari Riau dan satunya lagi sama
seperti, dari Jambi.
“Bang
Ali...”tanyaku pada seorang mahasiswa dari Riau yang sudah hampir menyelesaikan
Masternya.
“Ini
jualan ya...?”.
“Iya... itu jualan”.
“Apa tidak hilang ya?”.
“Yah... begitulah, kita berada di Kampus
Islam. Barangkali ada, namun dalam hemat saya pelakunya bukan dari kalangan
mahasiswa, orang dari luar. Dan itu bukan satu tempat saja di sini. Hampir di
semua pojok Fakultas itu ada. Dan orang-orang berjualan kerupuk juga seperti
itu caranya”.
“Itu sudah berapa lama bang?”.
“Waduh... semenjak saya di sini itu sudah ada.
Saya tidak tahu persis kapan itu ada”.
Waduh fikirku, bang Ali saja sudah 3 Tahun
lebih disini. Jika si pedagang itu rugi dan terus
kehilangan niscaya dia tidak akan berjualan dengan cara seperti itu.
Kemudian beberapa hari setelah itu,
sehabis shalat Jum’at aku melewati pojok jualan itu lagi. Di hadapanku berjalan
Khatib yang barusan saja menyampaikan khutbahnya di Masjid Kampus. Lalu aku langkahkan kaki dengan
cepat untuk menyapa beliau.
“Assalamua’laikum wr wb ya ustaz”
“Wa’alaikum salam”
“Subhanallah ya ustaz, your speech is very good”,
aku mengawali pembicaraan.
Lalu aku berkenalan. Ternyata dia seorang Prof. dalam bidang Tafsir, dan Dosen di Kampus ini serta dia berasal dari Karachi,
Pakistan. Bertepatan pula dengan khutbah yang dia sampaikan tadi sedikit mengulas masalah Kejujuran yang dia sampaikan dalam bahasa Arab dan Inggris. Karena memang
kampus ini menggunakan kedua bahasa tersebut sebagai bahasa resmi.
“Yaa ustaz... I’m new here, but indeed, I’m so
amazed to see the value of honesty about the sale of these mineral waters. How
can ya uztaz... all of people who exist on this campus can practice it?”.
Tanpa memberikan jawaban yang panjang dia
menjawab,
“That’s Islam ya Kurnia. Teaching us to be
honest.”
*****
Hmmm.... aku sempat berfikir, sekiranya kita
berjualan seperti ini di Kampus-Kampus di Indonesia, apakah uangnya akan
kembali ya?:-) atau malah barang habis tanpa uang sepeserpun?:-) Atau nasibnya
sama seperti ‘Kantin Kejujuran’ di sekolah yang ada di Negeri kita, roboh lalu
gulung tikar.
11 komentar:
Subhanallah,
Kata-kata terkhir itu lho, nonjok banget. Semoga suatu saat gakk cuma disana yang bisa seperti itu, tapi diseluruh dunia juga. Amin....
mulai dari diri sendiri... kemudian dukung lingkungan.
Mas Eidwa: hehehe pease mas...
Insyallah.. Amin
Mbak Niken: benar itu.. kesadaran dari individu dan lingkungan.:-)
kondisi inilah yang kita rindukan tuk hadir di tengah-tengah masyarakat kita.. Penuh tenggang rasa, kejujuran, karena semuanya sadar, semua aktivitasnya ada yang memantau. Ia lah, ALLAH.. :)
asyiiikkk, nemu permen..
eh, nemu pelajaran baru maksudnya.
mantap tuh kando, jangan coba2 seperti itu di tempat kito, cepet "lakunya" nanti, hahaha agek sayo suruh heri atau udin bawa banyak2 aqua ke sana dah wkwkwk,,, nice posting bro :D
Arya: sama dong mbak.:-)
Asriani: gak ada permen disini.hehe
terimakasih, semoga bermanfaat..
Habibi: hahahaaa..... boleh2... dan terimakasih telah berkunjung.:-)
wah, kalau di Indonesia gak mungkin deh kayaknya. sampe tujuhturunanpun kayaknya masih jauh...salam kenal Mas? berharap, anda mau mampir ke blog saya, plus follow gitu?
Posting Komentar