Selasa, 13 Maret 2012

Sejenak Bersama Prof. Wan Mohd Nor Wan Daud



Alhamdulillah hari ini (12 Maret 2012) usai sudah penandatangan Nota Kesepahaman (MOU) antara CASIS – UTM (Centre for Advanced Studies on Islam, Science and Civilisation – Universiti Teknologi Malaysia) dengan IAIN STS Jambi. Salah satu point dalam kesepahaman tersebut adalah pertukaran mahasiswa, dosen dan beasiswa pascasarjana antar kedua institusi. 


Stdium General berlangsung dengan khidmat yang diisi langsung oleh Ilmuan kelas Dunia Abad XXI, Prof. Wan Mohd Nor Wan Daud, selaku direktur CASIS.



Dalam kertas kerjanya beliau menyampaikan Konsep Islamisasi Ilmu Serta Peran Perguruan Tinggi Dalam Menghadapi Era Globalisasi dan Kolonialisasi, sekaligus beliau membedah buku belia “Rihlah Ilmiah Prof. Wan Mohd Nor Wan Daud: Dari Neomodernisme ke Islamisasi Ilmu Kontemporer”. 



Ilmuan yang sangat bersahaja ini dengan piawai menguraikan kertas kerjanya dan menjawab pertanyaan dari peserta.

Acara pembukaan dimulai pukul 09.00 WIB dan berakhirnya pukul 12.00 WIB yang bertempat di Gedung Auditorium IAIN STS Jambi Telanaipura. 

Ringkas kata ringkas cerita, sehabis acara tersebut saya ikut nimbrung makan siang bersama beliau di sebuah rumah makan yang cukup terkenal di Jambi, Rm. Pagi Sore. Kami berenam, saya (Edi Kurniawan), Dr. Hermanto Harun, M.A., (Puslit IAIN), Dr. Mohd. Yusuf., (PR IV IAIN), Bahren Nurdin, M.A (Dosen), Prof. Khalif Muammar (CASIS – UTM), dan Prof. Wan Mohd Nor Wan Daud (Direktur CASIS). Kami duduk lesehan dengan meja bundar sehingga saling berhadapan. Aku sendiri mengambil tempat pas di samping kiri Prof. Wan, dan di samping kanan Dr. Mohd. Yusuf. Sengaja aku mengambil tempat berdekatan dengan beliau agar aku bisa lebih intens bertanya dan berdiskusi. Aku perhatikan ‘lauk’ apa yang menjadi kesukaan ilmuan tersebut. Dengan meucap bismillah, tangan kanannya mengambil ‘lauk tempoyak patin’. 

“Suka lauk tempoyak patin ya ustaz....?”, tanyaku.

“Iya, ini lauk kesukaan saya. Cuma kalau di Malaysia biasanya tidak pakai ikan patin. Saya sudah yang ke tiga kalinya ke Jambi dan lauk ini pilihan saya”, jawabnya dengan logat melayunya. 

“Oh...”, jawabku sambil mengulum senyum. “ternyata tempoyak patin Jambi terkenal juga ya.....” hati bergumam.

Pertanyaan kulanjutkan, “dari pemaparan tadi ustaz ternyata suka lagu dangdut ya...?”.

“iya... penyanyi pavorit saya orang Indon, H. Rhoma Irama”.

“hehehehehehe”, tumpah gelak tawa dengan kuluman bibir Dr. Yusuf, Dr. Hermanto, Bahren, M.A, Prof. Khalif, mendengar jawaban yang baru saja keluar dari mulut ilmuan tersebut hingga suasana penuh menjadi keakraban.

Diskusipun semakin inten, terutama mengangkat masalah liberalisasi di Indonesia dan usaha-usaha anak didik beliau dalam upaya membendung arus tersebut. 

“Dr. Yusuf... Dr. Hermanto dan Bapak Bahren... semoga program kita ini berjalan dengan baik. Saya bermaksud mencetak singa bukan domba. Cukup 5 orang saja IAIN mengutus mahasiswanya setiap tahun untuk belajar ke CASIS, dalam waktu 5 tahun kedepan akan ada suasanan baru dan alur pemikiran baru di IAIN. Bapak tahu INSIST Jakarta, pengurusnya hanya 5 orang saja. Hamid Fahmi Zarkasyi, Ugi Raharjo, Adian Husaini, Adnin Armas, dan Syamsuddin Arif. Mereka itu singa-singa keluaran ISTAC. Auman mereka sangat kuat di tengah arus liberalisasi di Indonesia. Nah... saya yakin dalam beberapa tahun kedepan singa-singa itu akan hadir di Jambi. Saya tidak butuh orang banyak, tapi sedikit saja, 5 orang pertahun yang akan dididik menjadi singa”, papar ilmuan yang bersaja tersebut.


*****
Aku tidak menyia-nyiakan waktu ini. Ketika kami sudah siap mau pulang, Prof. Wan aku tahan sebentar dengan berbagai macam pertanyaan yang aku ajukan mengenai CASIS. Di sela diskusi tersebut aku perhatikan Dr. Hermanto berdiskusi ringan di parkiran.

Tiba-tiba, “Edi...”, panggil Prof. Khalif sambil melambai melambaikan tangannya ke arahku. 

Lalu akupun mendekat,
“iya ustaz”.

“kamu telah mendengar pemaparan panjang lebar dari Prof. Wan. Intinya, CASIS ingin membentuk singa” dengan bahasa Indonesia yang fasih. 

“iya ustaz”, jawabku. 

“Nah... kuliah kita menggunakan dua bahasa. Bahasa inggris sebagai pengantar dan bahasa arab sebagai penelaah atas kitab-kitab referensi. Perbaiki bahasamu. Bulan Juni nanti kita sudah memasuki semester baru. Dan tolong e-mailkan skripsimu dan serta kumpulan tulisan-tulisanmu dari media”.

“iya ustaz. Pinta e-mailnya”

Lalu ia mendiktekan dan kucatat dalam dalam konsper pesan HP-ku. Lalu kami berpisah. Aku dan Dr. Yusuf pulang ke kampus. Sementara mereka bergerak siap-siap menuju Candi Muaro Jambi.


Jambi, 13 Maret 2012

6 komentar:

Rafiqotul ifadah mengatakan...

subhanallah...
barakallah akh..
maa'najah

Unknown mengatakan...

Terimakasih sudah berkunjung.
Barakallahu laki aidon.

Anonim mengatakan...

Saudaraku Edi, tulisan Antum luar biasa. saya suka antum nulis terus. untuk tulisan ini ana koreksi sedikit, Prof Wan tidak pernah menggunakan kata-kata "INDON", takutnya nanti salah persepsi orang Indonesia. Ilmuan besar kok ngomong "INDON". Prof Wan dan Prof Khalif selalu menyebut INDONESIA. terima kasih

Unknown mengatakan...

@ Pak Bahren: Terimakasih atas koreksiannya, jazakallah!!!!
maaf, mungkin pendengaran saya ana waktu itu kurang bagus, hingga tidak terdeteksi dengan baik.hehehehehe...
mengingat dan mempertimbangkan, kebanyakan mahsiswa malay di sini menyebuy sprti itu....
Oke... segera diperbaiki.:-)

Yudhi Khairi mengatakan...

Asslm mas Edi..
Berkunjung nih :)

Apa kabarmu disana?, semoga baik ya..

habibi daeng mengatakan...

Subhanallah, selamat ya kando. . . nanti kalau sudah di Malaysia, kalau ada kesempatan, kita ketemu di sana ya :)