Kamis, 19 Februari 2015

Al-Qur'an Edisi Kritis

Oleh Adnin Armas

Setelah mengungkapkan problema sejarah Al-Qur'an, Jeffery ingin mengedit Al-Qur'an. Dalam pandangannya, Al­Qur'an memiliki banyak kelemahan. Ia ingin menyusun se­buah Al-Qur'an dengan bentuk yang baru. Al-Qur'an dengan bentuk yang baru inilah Al-Qur'an edisi kritis (a critical edition of the Qur'an).

Dalam pikiran Jeffery, format Al-Qur'an edisi kritis ter­sebut memiliki empat jilid. Jilid pertama, mencetak teks Hafs yang diklaim sebagai textus receptus. Teks tersebut akan dire­konstruksi menurut sumber-sumber terlama, yang berkaitan dengan tradisi Hafs. Teks tersebut akan dicetak menurut nomor ayat Flugel. Referensi yang relevan akan dicantumkan di pinggir halaman tersebut beserta apparatus criticus pada catatan kaki setiap halaman. Segala varian bacaan dari buku­buku tafsir, kamus, hadith, teologis, filologis, dan bahkan dari buku-buku Adab, akan dihimpun. Setelah itu, diberi berbagai simbol, yang menunjukkan nama para Qurra' yang dikutip untuk setiap varian. Ini akan menunjukkan apakah para Qurra' yang dikutip lebih dahulu atau lebih belakangan dibanding dengan qira'ah sab'ah. Sekalipun, apparatus criticus tidak dapat diharapkan akan sempurna karena terlalu berseraknya varian bacaan, namun semua sumber-sumber yang lebih pen­ting yang tersedia akan dimanfaatkan. Jilid kedua akan diisi dengan pengenalan (introduction), untuk para pembaca ba­hasa Inggris. Edisi ini dalam bahasa Jerman sudah tersedia dalam edisi kedua karya Noldeke Geschichte des Qorans. Jilid ketiga akan dilengkapi dengan anotasi-anotasi, yang pada

dasarnya merupakan komentar terhadap apparatus criticus. Berbagai varian bacaan tersebut perlu dijelaskan lebih men­dalam. Penjelasan tersebut mencakup asal-mula, derivasi dan pentingnya qira'ah. Ini akan bermanfaat jika terjadi perdebat­an mengenai sebuah bacaan. Para sarjana akan mendapat informasi tambahan sehingga mereka bisa menilai. Jilid keempat, berisi kamus Al-Qur'an. 112 Jeffery membayangkan Kamus Al-Qur'an tersebut seperti Kamus Grimm-Thayer atau Kamus Perjanjian Baru Milligan-Moulton. Kamus yang be­lum pernah dibuat oleh para mufasir Muslim, Kamus Al­Qur'an tersebut akan memuat makna asal dari kosa-kata di dalam Al-Qur'an.113

Selain dari empat jilid tersebut, Jeffery juga mendambakan untuk mengeluarkan serial Studi Sejarah Teks Al-Qur'an (Studien zur Geschicte des Koran-texts), sebagaimana yang telah digagas oleh Bergstrasser. Berbagai karya, termasuk karya yang sudah diedit oleh Bergstrasser sendiri, yaitu karya Ibn Jinni;114 karya Ibn Khawalayh;115 manuskrip-manuskrip Ibn Abi Da'ud;116 al-'Ukbari; al-Mabani;117 lbn al-Anbari tentang Waqf wa Ibtida' dan yang lain, harus,diterbitkan. 118 Pencarian intensif juga perlu giat dilaksanakan untuk mencari qira'ah yang hilang, di samping menerbitkan mushaf-mushaf Kufi.119 Jadi, akhir dari penerapan metodologi Bibel dalam studi AI-Qur'an adalah mengkritisi dan mengedit Mushaf 'Uth­mani. Padahal, status teks Bibel dan Al-Qur'an tidaklah sama. Menggunakan metodologi Bibel yang sekular ke dalam studi Al-Qur'an akan mengabaikan sakralitas Al-Qur'an. Kalangan Kristen mengakui Bibel sebagai karangan manusia sedangkan Al-Qur'an diturunkan dari Allah dan bukan karangan Muhammad. Allah swt. berfirman yang artinya: "Yang tidak datang kepadanya (AI-Qur'an) kebatilan baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Tuhan yang Maha Bijak­sana lagi Maha Terpuji."120 Metodologi Bibel sarat dengan se­jumlah permasalahan mendasar di dalam Bibel yang memang mustahil untuk diselesaikan. Oleh sebab itu, metodologi Bibel akan berakhir dengan kesimpulan mengedit Bibel secara kri­tis. Bagaimanapun, pengalaman tersebut tidak sepatutnya di­terapkan oleh sarjana Muslim.121

Selain itu, sejak zaman para Sahabat hingga kini menye­pakati Al-Qur'an Mushaf `Uthmani. Abu `Ubayd (m. 224 H), seorang yang termasuk paling awal menulis mengenai qira'ah menyatakan: "Kita menilai seseorang itu kafir bagi siapa saja yang menolak apa yang ada diantara dua sampul khususnya, dan itu telah tetap di dalam (mushaf) Imam, yang ditulis oleh `Uthman dengan persetujuan Muhajirin dan Ansar, dan menggugurkan apa selainnya, kemudian ummat menyepakatinya, tidak ada perbedaannya di dalamnya, yang bodoh di kalangan ummat mengetahuinya sebagaimana yang pintar di kalangan mereka, berabad-abad mewariskannya, anak-anak mempelajarinya di sekolah, dan ini merupakan salah satu tindakan 'Uthman yang mulia, dan sebagian di kalangan yang menyimpang (ahl zaygb) mencelanya, kemudian bagi manusia ke­sesatan mereka menjadi jelas mengenai hal tersebut."122

NOTE
 
112. Arthur Jeffery, Progress, 143.
113.  Ibid., 5.
114.  Lihat G. Bergstrauer, Nichtkanonische Koranlesarten irn Muhtasab des Ginnl (Munich: Sitzungsberichte der Bayerischen Akademie der Wissenchaften, 1933).
115. Ibn Khalawayh, Abu 'Abdillah al-Husayn ibn Ahmad, al-Mukhtasar t7 Shawadhdh al-Qira'at, editor G. Bergstraver (Kairo: 1934).
116. Arthur Jeffery telah mengedit manuskrip karya Ibn Abi Da'ud, Kitab al­ Masahif pada tahun 1937.
117. Arthur Jeffery telah mengedit manuskrip Mabani pada tahun 1954.
118. G. Bergstrauer mengedit juga karya Ibn al-Jazari, Ghayat al-Nihayah fi Tabaqat al-Qurra', 3 jilid (Istanbul: 1355/1916).
119.  Arthur Jeffery, Progress, 144.
120. Surah Fussilat (41: 42); lihatjuga al-Shu`ara' (26: 192); al-Sajdah (32: 2);
al-Zumar (39: I ); al-Mu'min (40: 2); Fussilat (41: 2); al-Jathiyah (45: 2); al-Ahqaf (46: 20) al-Waqi'ah (56: 80); al-Haqqah (69: 43).
121. Taufik Adnan Amal, seorang dosen 'Ulum AI-Qur'an di IAIN Alaudin Ujung Pandang ingin mengedit Mushaf 'Uthmani. Ia menyatakan: "Uraian dalam paragraf-paragraf berikut mencoba mengungkapkan secara ringkas proses pemantapan teks dan bacaan AI-Qur'an sembari menegaskan bahwa proses tersebut masih meninggalkan sejumlah masalah mendasar, baik dalam ortograti teks maupun pemilihan bacaannya, yang kita warisi dalam mushaf tercetak dewasa ini. Karena itu, tulisan ini juga akan menggagas bagaimana menyelesaikan permasalahan itu lewat suatu upaya penyuntingan edisi kritis AI-Qur'an." Lihat Taufik Adnan Amal, "AI-Qur'an Edisi Kritis," 78, dalam Wajah Liberal Islam di Indonesia (Jakarta: TUK, 2002).
12
2. Abu 'Ubayd menyatakan: "...wa nahkum bi al-kufr `ala al jahid li hadha alladhi bayna al-lawhayn khassah, wa huwa ma thabata fi al-imam alladhi nasakhahu `Uthman bi ijma' min al-muhajlrin wa al-ansar, wa isqatlim5siwahu thumma at baqat 'alayhi al-urnmah, falam yakhtalif fi shay'in rninhu ya 'rifirhu jahiluhum kama ya 'rifu 'allimuhum, wa tawarathahu al-qurun baduha 'an ba'din, wayata'alamuhum al­ wildan fi al-maktab, wa kanat hadhihi ihday manaqib 'Uthman al-`izam, wa qad kana ba `d ahl al-zaygh ta 'ana fihi, thumma tabayyana linnasi dal5luhum fi dhalika. " Lihat Abu 'Ubayd al-Qasim Ibn Sallam, Fada'il AI-Qur'an, 193-94.


Jumat, 06 Februari 2015

Khalaqa

Khalaqa
Oleh Edi Kurniawan

Hamba yang sadar, mencari kepada siapa sepatutnya ia mencinta guna kelangsungan hidupnya: Aisyah, Fatimah, Zahrah, atau Zulaikha?
Lalu hamba yang sadar berfikir sedalam-dalamnya tentang wujud dan kewujudan diri. Bernatijahlah hamba, adanya hamba bukan karena diadakan oleh dan diri hamba; bukan pula diniatkan dan dititahkan oleh dan diri hamba; dan bukan pula dirancang oleh dan diri hamba. Hamba tiada kuasa, apatah lagi memiliki mukjizat Nabiyyullāh ʿIsā ʿAlayhi ʾl-Salām!
Hamba pun sadar dalam mengartikan tujuan melangsungkan hidup sepatutnya mengetahui, bahwa di dalamnya ada Pemberi kewujudan, dan ada Pemberi hidup padanya, oleh dan siapa yang menjadikan, dan oleh siapa yang menahan dan meniadakan.
Tuhan pun berkata:
“Sesungguhnya telah datang kepada manusia suatu ketika dimana ia belum sedikitpun ada. Kemudian Kami jadikan manusia itu dari setetes air yang bercampur, supaya Kami menguji dia; lalu Kami jadikan dia mendengar lagi melihat. Sesungguhnya Kami menunjuki ke arah jalan ke benaran, maka ada yang berterimakasih di antara mereka dan ada pula yang ingkar.”
Hamba dengan sadar merenungkan ini, menatijahlah bahwa hamba sepatutnya mendekapkan buah cinta kepada pemilik cinta.

Hai… bukan Aisyah bukan Fatimah dan bukan pula Zahrah atau Zulaikha!


Kuala Lumpur, 5 Februari 2015