Senin, 29 September 2014

Kasyaf


Ahai… alunan gambus Turki dan tarian mistik Jalaluddin Arrumi lah mengantarkanku pada melodi yang melembutkan jiwa; menghanyutkan, diiringi melodi alam, labuhan angin pada dedaunan; menghanyutkan, diiringi pijar dan kerdipan bintang di tengah kegelapan malam tujuh petala langit dan bumi; menghanyutkan, bersama seteguk anggur Ankara.



Kuala Lumpur, 29 September 2014

Minggu, 28 September 2014

THE THEORY OF ʿAṢABIYYAH IN IBN KHALDŪN’S POLITICAL THOUGHT


THE THEORY OF ʿAṢABIYYAH IN IBN KHALDŪN’S POLITICAL THOUGHT

Its Relevance to Modern Muslim States




By Edi Kurniawan*



Abū Zayd ʿAbd al-Raḥmān ibn Muḥammad ibn Muḥammad ibn al-Ḥusayn ibn Muḥammad ibn Jābir Khaldūn Al-Ḥaḍramī or Ibn Khaldūn, is a well-known Muslim scholar, known as the father of Sociology through his book, Kitāb al-ʿIbar wa Dīwān al-Mubtadaʾ wa al-Khabar fī Ayyām al-ʿArab wa al-ʿAjam wa al-Barbar wa man ʻĀarahum min Dhawī al-Sulṭān al-Akbar. He however also masters in political, economic, and Islamic jurisprudence sciences. In the field of political science, one of the most important of his theory is his theory of ʿaṣabiyyah (Arabic: عصبية). ʿAṣabiyyah literally means al-muḥāmah and al-mudāfaʿah or those who is defensed and protected. However ʿaṣabiyyah that meant by Ibn Khaldūn here is not only limited to a family relationship attributed by kinship, but also a relationship arising from brotherhood and partnership. It is understood as consanguinity which has the power to bind the community. Thus, its bond will make a group of people feels as if they are in the same feeling; like one body, when part of it is hurt then the whole body will feel pain.

Kamis, 25 September 2014

Sejarah



Tengah malam, baru saja aku pulang dari kampus. Tiba-tiba Isma’il, teman serumah baruku, memulakan percapan dan duduk disampingku.
“Edi, I have a nice poetry”.
“Dia tahu sekali aku lagi tergila-gila sama Sya’ir Arab”, kataku dalam hati.
“What poetry is that”, aku bertanya.
Lalu ia membuka dan menyodorkan buku kepadaku, langsung ku tancap dan lihat judulnya, al-Islām fī Nījiriyā; artinya, Islam di Nigeria.
“Oh… the history of Islam in your country!”, gumamku.
Lalu dia menunjukkan bait-bait Syai’r tersebut. Subhanallah. Sungguh saat indah:



لَيْسَ بِاِنْسَانٍ وَلَا عَاقِلٍ  #   مَنْ لَّا يَعِي التَّارِيْخَ فِي صَدْرِهِ
وَمَنْ وَعَي أَخْبَارَ مِنْ قَبْلِهِ   #   أَضَافَ أَعْمَارًا اِلَي عُمْرِهِ

Bukan manusia dan bukan pula orang yang berakal   #   mereka yang tidak memahami sejarah [hingga terhujam] dalam dadanya.
Siapa yang memahami kabar-berita tentang orang-orang sebelumnya  #  seakan-akan ia telah menambahkan banyak umur pada hidupnya.


Dinukil dan diterjemahkan dari buku  al-Islām fī Nījiriyā karya Adam ʿAbdullah al-Ileri, ulama agung asal Nigeria, Afrika.

Ilmu dan Kemaksiatan


شَكَوْتُ إِلَى وَكِيْعٍ سُوْءَ حِفْظِيْ   #   فَأَرْشَدَنِيْ إِلَى تَرْكِ اْلمَعَاصِيْ

وَقَالَ: اِعْلَمْ بِأَنَّ الْعِلْمَ نُوْرٌ  #  وَنُوْرُ اللهِ لاَ يُؤْتِى لِعَاصِيْ!


Aku mengadu kepada Waqīʿ perihal buruknya hafalanku  #  maka ia menunjukiku supaya meninggalkan maksiat.

Dia (Waqīʿ) berkata: ketahuilah bahwa ilmu itu cahaya  #  dan cahaya Allah tidak akan mendatangi orang yang melakukan maksiat.

~ Dikutip dan diterjemahkan dari Dīwān al-Shāfiʿī, Syaʿir no. 51, hlm. 72 ~

Senin, 22 September 2014

Tit.. Tit… Rezeki


Hari ini, tidak seperti biasanya, Kuala Lumpur cukup panas, dan ditambahkan kebisingan disana-sini, membuat rasa malas keluar rumah. Namun, tetap saja kupaksakan. “dari pada di rumah, aku tidak bisa berbuat apa2, lebih baik ke Kampus”, pikirku.
Setelah zuhur, aku pun meninggalkan rumah, menyusuri lorong-lorong kecil di bawah rindangan pepohonan, senyuk, ditambah dengan sepoi angin. Lumayan, cool.
10 menit kemudian, setelah memasuki gerbang kampus, “tit… tit… tit….”, suara klakson motor dari belakang. Aku tak memperhatikan dan fokus saja pada jalanku.
Lalu, setelah sampai, ku parkirkan motor setengah tua ini di tempat biasa, dan “tit.. tit.. tit…”, suara klakson berbunyi lagi.
“Ngapain orang ini. Mau apa dia?, pikirku.
Ku lihat, ohhh… ternyata Bg Arif.
“Hayoo… ngapain ke kampus. Gajian ya?, dia memulai percakapan sembari membuka senyum khas ala sundanya.

Kamis, 18 September 2014

Cinta...


Galau sebentar ya..hahahahaaa
Karena lagi kurang mud meneruskan riset Tesis, jadi saya memilih baca yang lain saja, kumpulan Sya'ir Imām al-Shāfiʿī dalam karyanya, Dīwān al-Shāfiʿī. Yuuukkk kita bersyair..:-D

أنت حسبي، وفيك للقلب حبُ # ولحسبي إن صحَّ لي فيكَ حبُ
ما أبالي متى ودادك لي صحَّ # مِنَ الدَّهْرِ مَا تَعَرَّضَ خَطْبُ

Bagiku cukuplah engkau, karena dalam dirimu ada cinta untukku # dan cukuplah untukku jika benar cinta padamu itu untukku.
Aku tak peduli kapan cintamu benar-benar menjadi milikku # karena sepanjang waktu tak akan ada kesusahan yang dihadapi. 
(Dīwān al-Shāfiʿī (Damaskus: Dār al-Qalam, 1999), hlm, 45).





أكثر الناس في النساء وقالوا ان حب النساء جهد البلاء 
ليس حب النساء جهدا ولكن قرب من لا تحب جهد البلاء 

Kebanyakan manusia punya persepsi tentang perempuan, [bahwa] menurut mereka mencintai perempuan itu sukar. Namun [sebenarnya] bukanlah mencintai perempuan itu yang sukar, akan tetapi dekat dengan perempuan yang tidak menyukaimu, itulah juhdul balāʾ (hal yang sukar). 
(Ibid., hlm, 44).





Nb. Sayalah yang bertanggungjawab atas terjemahan sya'ir ini. Jika menurut anda terjemahannya kurang pas, mohon masukannya. Thanks.:-)




Rabu, 17 September 2014

Tentang Kebenaran

Ini adalah hasil diskusi saya dengan Pengamat Agama dan Sosbud, Prof. Lias Hasibuan, guru besar IAIN STS Jambi mengenai kebenaran Mutlak dan Relatif beberapa waktu lalu. Meskipun dalam beberapa hal saya sangat tidak sepaham dengan pandangan beliau, namun saya mencoba mengedepankan dalil, hujjah dan adab berdiskusi dalam menyangkal.

Bagi saya, beliau adalah orang yang berilmu; dan kepada siapa pun yang berilmu, saya akan menjaga adab dan takzim kepeda mereka. Namun, sayang, mungkin karena beliau tidak ada waktu luang, capek ngetik, dan diskusi via fb juga yang kurang efektif, sehingga tampak seolah-olah hujjah dan tanggapan beliau terlalu diplomatik dan tidak nyambung. Semoga suatu hari nanti saya dapat jumpa langsung dan diskusi inten dengan beliau. 

Berikut hasil diskusinya: 

berawal dari status beliau:
"Kebenaran yg sesungguhnya ada di sisi Allah SWT dan kebenaran relatif ada pada sisi manusia. Terimalah kbnrn relatif meski dgn nurani yg mungkin penuh tanya".

Diskusi:

Minggu, 14 September 2014

Sekolah Ingin Mendapatkan Professor?




Tanpa sadar, setelah membaca dua komentar atas catatan harianku, Evaluasi Diri Selama Belajar Di CASIS, "Amin", katanya; tangunku bergerak mengeluarkan laptop setangah usang dari tasku ditengah sunyi malam pojok kampus, mengisi blog yang lama sudah berpuasa ini. Sunyi! Hanya diiringi suara kipas angin.

1,5 tahun yang lalu, aku membuat catatan itu. Gundahan dan harapan hati seorang anak kampung yang sedang berjuang di rantau orang. Iya, tangankulah yang menulisnya. Dan itu 1,5 tahun yang lalu. “aku ingin menjadi Professor”, kata anak kampung itu. Dan “itu pula cita-cita tertinggi”-nya, desusnya.