Pada bulan ini kita dihadapkan kembali dengan tamu agung, yaitu bulan yang mulia yang penuh ampunan di dalamya serta pernghulu segala bulan. Bulan yang diturunkannya al-Qur’an di dalamnya. Bulan yang di dalamnya terdapat malam yang lebih baik dari seribu bulan atau dikenal juga dengan malam lailatul qadr. Bulan yang amal ibadah dilipat gandakan pahalanya. Bulan yang segala syaitan dan iblis dibelenggu dan Allah juga membuka pintu syurga dan menutup pintu neraka. Bulan yang dirindu-rindukan oleh oleh orang-orang yang beriman akan kedatangannya. Dalam bahasa al-Qur’an (Q. S. al-Baqarah: 183), tamu agung itu disebut disebut dengan syahru ramadhân atau bulan Ramadhan.
Kata ramadhân berasal dari kata dasar ‘ramadha’, yang bararti ‘panas’ atau ‘panas yang menyengat’. Kata ini berkembang sehingga artinya membawa maksud ‘menjadi panas atau sangat panas’, atau diartikan juga sebagai ‘hampir membakar’. Oleh karena itu makna ramadhân bisa diringkaskan sebagai waktu atau keadaan di mana seseorang merasa panas, mulut terasa kering dan tekak terasa haus disebabkan sedang berpuasa.
Pada bulan ini umat Islam diwajibkan berpuasa dengan tujuan, ‘la’allakum tattakun’, agar kamu menjadi orang-orang yang bertakwa (Q. S. al-Baqarah: 183). Jadi jelas, tujuan dari berpuasa adalah menciptakan insan-insan yang bertakwa. Ketakwaan merupakan tingkat tertinggi di sisi Allah swt. Tidak ada yang membedakan antara hamba yang satu dengan hamba yang lainnya, kecuali ketakwaannya. Hal ini berlandaskan pada ayat yang berbunyi, ‘inna akramakum ‘inda Allâhi atqâkum’, artinya, sesungguhnya orang yang mulia di antara kamu adalah orang yang bertakwa.
Dalam sebuah hadis yang berbunyi: ‘man shâma ramadhânan îmânan wahtisâban ghufiralahû mâ taqaddama min zanbihî’, artinya, barangsiapa yang berpuasa pada bulan ramadhan dengan penuh keimanan dan keikhlasan, niscaya Allah swt akan mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu.
Barangkali berangkat dari pemahaman hadis ini, dalam tradisi masyarakat terutama masyarakat Melayu, dikenal berbagai macam acara dalam menyambut datangnya bulan yang mulia ini. Ada acara shadaqahan, pawai akbar, pawai akbar dengan kobaran obor yang disertai shalawatan pada malam hari, dan berbagai bentuk lainnya yang telah mengakar dan membudaya serta hidup di tengah masyarakat yang bersumber dari ekspresi hadis tersebut.
Bahkan dalam beberapa daerah di tanah air telah merumuskan Perda tentang pelarangan tempat hiburan untuk beroperasi selama bulan ramadhan berlangsung, seperti di daerah DKI Jakarta, dll. Begitupun untuk daerah Kabupaten Kota di Provinsi Jambi, pemerintah yang diwakili Satpol PP, Polisi, Abri, dan bahkan beberapa kepada daerah pun turut turun dalam penertiban tempat-tempat hiburan seperti warung remang-remang, kafe-kafe, serta bar-bar. Serta dalam skala isu Nasional, perwakilan dari tokoh-tokoh agama yang resmi di Indonesia berkumpul bersama menandatangi kesepakatan bersama untuk menghormati bulan ini.
Rasulullah saw. sendiri, saking rindu dan berharapnya beliau untuk bertemu dengan bulan yang ini, pada bulan Rajab dan Sya’ban sering beliau melapalkan do’a: ‘Allâhumma bâriklanâ fî rajab wasya’bân wa balighnâ ramadhân’, artinya, ‘Ya Allah, berkahilah kami pada bulan rajab dan sya’ban, dan pertemukanlah kami dengan bulan ramadhan’. Tercatat, berdsasarkan ijma’ ulama (konsensus) semasa hidupnya beliau melakukan puasa ramadhan sebanyak sembilan kali semenjak datangnya perintah untuk berpuasa ini pada tahun ke dua Hijriyyah.
Sebagai bentuk ekspresi diri kita dari hadis di atas, mari kita tunaikan puasa kita dengan penuh keimanan dan keikhlasan kepada Allah swt., niscaya Allah swt akan mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu. Dan tiada kata lain yang keluar dari lisan kita dalam menyambut tamu agung ini, melainkan ‘Marhaban Yâ Ramadhân’, ‘Selamat Datang Bulan Ramadhan’. Selamat menunaikan ibadah puasa!