ku beribrah kepada mereka yang berhikayat ratusan tahun yang lalu, tubuh-tubuhnya lah rapuk dimakan bumi, lalu ku terlena dalam nyanyian sunyi dalam kitab ini. ku hikayatkan mereka semisal: Imam Syafi’I, Abu Hanifah, Imam Malik bin Anas, Ibnu Taymiyah dan sederet nama lain tak tersiulkan seruling bambu. tubuh mereka lah hancur bersama turab, lagunya mengkilapkan dedaunan mentari pagi. menyilaukan mata anak negeri. sepanjang waktu yang tak pandang henti
ku beribrah kepada shuhuf-shuhuf yang berserakan di gua-gua, lembah-lembah, dan terbenam di dalam tanah serta relief-relief di dalam candi, piramida dan kuil-kuil yang ditarikan pena penari, catatan sejarah. ribuan tahun dari abad ini. perlambang peradaban umat yang lah pergi. penarinya lah pergi, lagunya di-iqra’-kan dan dinyanyikan generasi. “apakah kamu tidak memperhatikan kaum sebelummu?’ secercah embun pagi sapa Ilahi dalam makrifat abadi.
bukalah mata bukalah hati, mengenyam kisah bersama mereka. ulu balang lah memberikan pena, raja lah memberikan istana, sementara guru memberikan mutiara. maka ku wasiatkan: asahlah lenturan tarianmu hingga menusuk.
jika engkau bertanya, mengapa aku menari?
maka ku katakan aku menari bukan untuk dipuja, itu perlambang hidupkan celaka. aku menari untuk dikenang, diri dan anak bangsa. aku menari melenturkan diri, menempatkan tawazun agar tak rubuh. aku menari karena iqra’ perintah Ilahi, agar masa kan mencatat. aku manari karena tubuhku penat melihat sorak-sorai akhlak anak negeri. aku menari karena aku tahu tari itu seni ‘aqli, lalu… tunas-tunaspun kan mengembang. nyanyianku kan mengalun syahdu
lalu ku nyanyikan lagu hati:
tari mari menari, karena kisahkan abadi
tari mari menari, karena akal kan terpatri
tari mari menari, karena pembacaan kenang di badan
tari mari menari, karena engkau akan hidup seribu abad lagi
Jambi, 240511
(Puisi ini terinspirasi dari pertanyaan Asriani Amir, sahabat bloofer, Sulawesi Selatan)
(Puisi ini terinspirasi dari pertanyaan Asriani Amir, sahabat bloofer, Sulawesi Selatan)
8 komentar:
wew, sajak mu indah sangat mas,.. :D
Salam persohiblogan ^_^
yupz tarian untuk mencatat segala memori dan proses hidup .. ketika umur tak ada maka sisa tarian itu masih tetap menempel di dinding, meski dinding yang berbeda ...
salam
Mas Aulia: terimakasih banyak, semoga saja saya gak naik bahu. hehehe
salam kembali mas.(^_^)
Brigadir Kopi: terimakasih mas, semoga bermanfaat.
salam kembali.^_^
wow... asli.. kelihatan bunged dah klo yg nulis pasti org melayu. setau saya, seperti inilah gaya pujangga2 melayu. hebat.. bahkan nun di melayu, ada cita rasa semacam ini. ckckckckkk.. bnr2 berkarakter. HUeekksss.. :D
oyew, kesimpulannya dah disebut bg brigadir negh. jdi saya dak perlu ngulang. yg pasti sejatinya.. hidup itu harus meninggalkan jejak. kata saya sih.. hehehehhe..
@ Accilong: hahahaha terimakasih, semoga pujianmu tak meninggikan pundakku.. :-D
sebagai anak yang lahir dari rahim Melayu, saatnya sudah mencintai sastra melayu, sastra yang dibangun leluhur.
oke dech, lanjutkan... ^_^
k0 blogku gak ada dalam member ustadz???
hehe
hahahaha .... maka gabung sama bloofers ust. hehehe ntar dikanilin deh blognya... ckckckck
Posting Komentar