Selasa, 09 Agustus 2011

Mereka Yang Tidak Merugi



Setiap hari kita selalu berkompetisi dengan waktu. Jika kita yang mengaturnya, maka kitalah yang akan menjadi pemenang. Namun jika kita yang diatur, maka kitalah yang akan menjadi pecundang atau orang yang merugi.
Pada dasarnya kita semua berpotensi menjadi orang yang merugi, baik di dunia maupun di akhirat. Sikaranya kalau bukan atas nikmat dan hidayah Allah, boleh jadi kita akan berada dalam kerugian. Kalau bukan karena kewaselan petunjuk Rasulullah, tentu saja kita masih berada pada alam kejahilan.
Lalu siapakah mereka yang tidak merugi itu? Menurut al-Qur’an, mereka itu bukanlah yang pangkatnya tinggi atau yang uangnya banyak. Tapi mereka adalah orang-orang yang beriman, beramal shaleh, dan yang suka menasehati dalam kebenaran dan selalu bersabar.
Dalam al-Qur’an Allah swt. berfirman: “Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh, dan saling menasehati supaya mentaati kebenaran dan supaya menetapi kesabaran.” (Q.S. Al-‘Ashr: 1-3).
Jika kita memahami ayat tertsebut, tentu kita akan berupaya secara optimal mengamalkannya untuk meraih keuntungan. Dalam kondisi kekinian, banyak sekali ragam aktifitas yang haarus ditunaikan,. Ditambah pula dengan berbagai kendala dan rintangan yang akan dihadapi. Karenanya, kepandaian dalam mengatur segala aktifitas kita agar dapat mengerjakan amal shalih setiap saat, baik secara vertikal maupun horizontal.
Kita benar-benar akan berada dalam kerugian apabila kita tidak memanfaatkan waktu yang telah diberikan oleh Allah secara optimal untuk mengerjakan perbuatan-perbuatan baik. Karenanya, mereka yang masuk ke dalam golongan-golongan yang beruntung adalah mereka yang beriman  dan kemudian mengamalkannya. Serta mereka yang memanfaatkan waktunya untuk saling nasehat menasehati dalam kebenaran dan kesabaran. Sehingga Imam Syafi’i pernah berujar, “Jika kita memahami ayat ini, niscaya sudah cukup untuk hidup kita”. Karena begitu dalamnya sumpah Allah terhadap waktu yang menjadi peringatan bagi manusia.
Pada dasarnya waktu yang kita gunakan tidak ada lain adalah untuk beribadah kepada Allah. Simaklah, iman, beramal shaleh, serta senantiasa menasehati berbuat kebenaran dan bersikap sabar. Keempat kata kunci ini kalau boleh kita rangkum dalam satu kata dapat bermakna ibadah. Karena ini sejalan dengan tujuan Allah menciptkan manusia, yaitu, “Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia, kecuali hanya untuk beribadah kepada-Ku”.
            Beribadah bukan hanya sekedar shalat, puasa, zakat, atau pun haji saja. Melainkan ibadah dalam pengertian luas, yaitu mencangkup seluruh aspek kehidupan, mulai dari bangun tidur, hingga bangun tidur kembali, semuanya harus diisi dengan ibadah kepada Allah swt. Ini sesuai pula dengan komitmen kita yang selalu diucapkan ketika kita melaksanakan shalat: “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku, semata-mata hanya untuk Allah Ta’ala”.
Jika demikian kita memahaminya lalu kita amalkan sumpah Allah terhadap waktu tersebut, maka insyaallah kita akan tergolong ke dalam orang-orang yang tidak merugi atau beruntung. Karena kita akan selalu memperbaiki kualitas keimanan kita, serta berbuat sholeh kepada sesama, dan saling menasehati dalam kebenaran dan kesasabaran. Semuanya terngkan dalam bentuk beribadah kepada Allah. Wallahua’lam!

1 komentar:

Anonim mengatakan...

benar adanya bahwa Waktu adalah Uang.
orang yang benar-benar memanfaatkan waktunya dengan hal positif maka akan sukses. :)