Tiga hari
sudah aku terjatuh sakit. Panass…. Dinginn….. panasss… dinginnn…. Lalu pana
lagi… begitulah selama tiga hari… dan ternyata…… huhhhh…… ternyata demam
campak. Pada hari-hari terakhir awalnya muncul bintik-bintik merah dari leher
sampai ke pergelangan tangan. Lalu pelan-pelan muncul di muka dan pada akhirnya
sekujur tubuh terjera. Huh… ujian Allah…
Sungguh,
bagiku, pada saat-saat sakit seperti itu dan jauh lagi di rantau orang, bahkan
sudah luar Negara, sakit seperti ini serasa aku seperti anak yang tersisihkan.
Jauh dari orang tua dan kampung halaman. Bangko – Jambi sana. Yang lebih sering
adalah teringat dengan ibuku. Lalu aku teringat dengan teman-temanku. Aku
teringat dengan orang yang selalu berada di sekitarku. Aku
ingin pulang…. Aku ingin
pulang…. Aku ingin pulang…. Pulang ke kampung halamanku.
Namun, aku
kuatkan kembali apa yag sudah aku cita-citakan. Aku putar kembali pahit
getirnya perjuanganku ke negeri ini, dengan modal nekad kawan….
Suatu saat tengah malam ketika badanku begitu panasnya, air
mataku jatuh menetes, teringat dengat pesan ibu dan do’a-do’a orang yang
mengiringi keberangkatanku: “kau tau kawan …? Satu rupiahpun kau tak punya uang
ke negeri ini. kau datang hanya dengan uang 3 juta rupiah. Apakah tidak ingat
bagaimana susahnya berjuang ke sana sini. Lobi sana lobi sini. Bermodalkan
bantuan orang-orang yang terbuka tangannya. Ingatlah kawan… bagaimana susahnya
engkau menjalankan prosal. Bagaimana susahnya engkau mencari suaka. Mengejar Gubernur,
wakil Gubernur, Bupati dan wakil Bupati,
tokoh-tokoh masyarakat. Sebenarnya hati kecilmu sangat malu, namun karena
engkau sudah menemui jalan buntu. Pahit dan manispun engkau makan… yang penting
itu halal cara kau dapatkan. Kau datang dengan susah payah. Coba kau pikirkan
lagi kawan, di antara engkau dan kedua temanmu, engkau yang ternekad. Mukhlas
dan suhaibah bermodalkan yang sangat cukup dari orang tua mereka. Lalu engkau
dari mana…?” Engkau harus tetap konsisten dengan apa yang telah engkau
cita-citakan kawan. Bantuan pembebasan uang kuliah/beasiswa dari UTM sungguh
sangat cukup untukmu kawan. Coba engkau pikir ulang kembali, berapa uang
semester yang harus dibayar jika engkau tidak dibantu… RM. 6000 (+-18.000.000)
bukan? Dari mana bisa kau dapatkan uang sebesar itu. Dan engkau jangan pernah
menjadi pecundang kawan. Engkau datang membawa nama institusimu, IAIN bukan? Lalu
apakah engkau akan mengecewakan mereka? Memalukan institusimu sendiri yang
sudah mendidikmu selama bertahun-tahun. Menghilangkan kepercayaan orang-orang
CASIS-UTM kepada institusimu.
Duuuuukkkk….
Tiba-tiba semangatku muncul kembali setelah lamunan itu. Badanku kembali berkeringat. Semangatku kembali
mengalir. Sungguh bagiku… sakit yang sedang aku derita adalah rintangan kecil
dari berbagai rintangan besar yang akan aku hadapi kelak. Sungguh, ini adalah
sakit yang “Membawa Ibrah”. Tetap semangat… Allahu Akbar!!!!!!!
Kuala Lumpur, 03 September 2012.