Pada hakikatnya berpuasa bukan hanya menahan diri untuk tidak makan dan minum yang disertai dengan niat dari terbitnya pajar sampai terbenamnya matahari. Akan tetapi puasa juga menahan diri dari hal-hal yang dapat mengurangi pahala puasa. Betapa banyak orang-orang yang berpuasa akan tetapi ia tidak mendapatkan apa-apa kecuali lapar dan dahaga. Berpuasa, tapi lisan tidak dijaga dari perkataan yang mubazir. Berpuasa, tapi mata tidak dijaga dari hal-hal yang dilarang. Berpuasa, tapi tangan dan kaki digunakan untuk menzolimi saudara atau untuk kemaksiatan.
Dalam sebuah hadis qudsi yang diriwayatkan oleh Ahmad, Muslim, dan Nasa’i, Allah swt. berfirman: “Semua amalan manusia adalah untuk dirinya, kecuali puasa, karena itu adalah untuk-Ku dan aku yang akan memberinya ganjaran. Dan puasa merupakan benteng dari perbuatan maksiat, maka ketika datang saat puasa, janganlah seseorang berkata keji atau berteriak-teriak atau mencaci maki. Dan seandainya dicaci oleh seseorang atau diajak berkelahi, hendaklah dijawab, ‘aku ini berpuasa’ sampai dua kali…”.
Hadis ini memberikan pelajaran kepada kita bahwa puasa ini adalah salah satu cara mendidik emosional diri agar menjadi orang yang sabar. Simaklah, meskipun orang mencaci maki dan mengajak kita berkelahi, maka katakanlah kita dalam keadaan berpuasa.
Begitulah puasa ini mendidik diri kita agar menjadi orang yang mempunyai balas kasih dan menjaga emosional diri. Meskipun dicaci dan diajak oleh seseorang untuk berkelahi, maka emosional pun tetap dijaga, lalu kita katakanan, “Aku dalam keadaan berpuasa”.
Betapa agungnya didikannya dan betapa mulianya orang-orang yang dapat menahan dirinya ketika marah. Sampai-sampai Rasulullah saw. mengingatkan kita bahwa orang yang kuat bukanlah orang yang dapat melumpuhkan lawannya ketika bergulat. Melainkan orang yang kuat adalah orang dapat mengendalikan dirinya ketika amarah.
Dalam hadis yang lain juga disebutkan bahwa pada suatu hari seorang laki-laki meminta wasiat kepada Rasulullah saw., “Ya Rasulullah, berilah wasiat kepaku!”. Maka Rasulullah saw menjawab, “Jangalah engkau marah”.
Maka wajarlah Rasulullah saw. mengatakan, al-bir atau kebaikan adalah husnul khulq atau kepribadian yang yang baik. Sementara al-ismu atau dosa adalah ‘mâ hâka fî shadrik’ ‘apa-apa yang menyesakkan dadamu’.
Kepribadian yang baik dan dada yang sesak, semuanya bersumber dari hati. Jika hati kita bersih makan seluruh anggota tubuh akan baik, dan jika hati kita kotor maka hancurlah (buruk) seluruh anggota tubuh, begitulah Rasul kita menjelaskan.
Maka salah satu cara untuk membersihkan hati adalah dengan cara berpuasa. Dengan demikian, ketika hati seseorang bersih maka emosionalnya pun akan terjaga.
8 komentar:
Wah..puasa banyak manfaatnya juga yah :)
Selamat berpuasa buat yang menjalankan.
Semoga lancar dan emosinya terjaga :)
tidak mudah menahan marah saat di tengah kemacetan lhooo :D
berpuasa melatih kesabaran seseorang.
jnganlah engkau marah..
wih, wasiat sederhana yg berdampak besar bila berhasil mewujudknnya. :D
Terimakasih untuk semuanya (Zippy, r10, Chilfia, Dan Asriani) atas kunjungan. semoga bermanfaan.:-)
Yang penting tahu betul kapan harus berpuasa (puasa makan dan minum), jangan sampai berpuasa di hari raya. Sedangkan puasa napsu-napsu, esmosi, siahwhatz-siahwhatz sih memang harus dilakukan setiap waktu. Setiap hari.
@ Tukang Pos: hehehehe pissss... u right.:-)
Gantenglaaaahhhhhhhhhhhh,,,,,,,,,
Posting Komentar