Oleh: Edi Kurniawan
Hingar bingar pertandingan antara Garuda Indonesia vs Harimau Malaya beberapa waktu lalu menjadi isu hangat sampai hari ini. Pesta akbar di lapangan hijau tersebut telah menghiasi wajah media, baik cetak maupun elektroni sehingga menjadi perbincangan hangat pada semua level, baik pejabat Negara maupun rakyat jelata. Betapa tidak, pertarungan yang memperjuangkan prestasi Negara dalam laga di lapangan hijau tersebut untuk merebutkan piala satu Suzuki AFF se-Asean. Tentunya kedua belah pihak sama-sama lebih giat, karena mereka membawa nama Negara masing-masing.
Kedua belah pihak telah mempertunjukkan taring dan kekuatan masing-masing. Namun, hal tesebut masih meninggalkan kesan dan sisa. Leg pertama telah usai di Stadiun Nasional Bukit Jalil Malaysia. Harimau Malaya unggul dengan skor 3-0 atas Garuda Indonesia meskipun pada pertandingan sebelumnya Harimau Malaysia telah dikalahkan dengan 5-1 oleh Garuda Indonesia. Dan tinggal masanya menunggu leg berikutnya sebagai penentuan di Gelora Bung Karno Jakarta pada 29 Desember 2010 mendatang.
Di balik kemenangan Harimau Malaya pada leg pertama tersebut, amat disayangkan para supporter Halimau Malaya meninggalkan kesan ketidakdewasaan dan ketidaksportifitas yang tentunya akan berdampak pada harga dan klaim negatif Bangsa mereka sendiri. Betapa tidak, pertarungan tersebut sempat dihentikan lantaran berjubun-jubun laser supporter Malaysia tertuju pada wajah Markus, pejaga gawang Garuda Indonesia. Begitu pula petasan-petasan yang seyogyanya tidak dibolehkan untuk dibawa masuk, namun pihak keamanan masih kecolongan atau boleh jadi ada deal-deal-an antara mereka. Tujuannya adalah mengganngu konsentrasi dan memecahkan mental para Pemain Garuda Indonesia. Namun amat disayangkan, caranya tidak menunjukkan kedewasaan. Sekiranya mereka membawa bendera, terompet, dan drum sambil meneriakkan yel-yel untuk memberikan motivasi kepada pemain mereka, tentunya ini tida masalah. Lapangan hijau manapun di dunia ini, tentunya hal ini tidak bisa diterima dan merupakan sebuah kesalahan.
Menang dan kalah dalam sebuah pertandingan memang merupakan dua sisi yang berbeda. Yang menang akan bersenag-senang, sementara yang kalah akan kecewa. Kemenangan Harimau Malaya tentunya bisa kita terima, jika mereka bermain secara sportif. Sadar atau tidak, ketidakkedewasaan para supporter Harimau Malaya tersebut akan bias kepada harkat dan martabat Bangsa Malaysia itu sendiri. Betapa tercorengnya wajah Malaysia dalam kancah dunia sepak bola. Betapa tidak dewasanya para supporter Harimau Malaya.
Terlepas dari adanya dendam pribadi antara kedua warga Negara tersebut, namun amat di sayangkan Malaysia tidak melihatkan wajah kedewasaan. Seyogyanya, yang konon katanya antara Indonesia dan Malaysia merupakan Negara serumpun melayu, namun Malaysia gagal memperlihatkan kemelayuannya, yang katanya orang melayu yang dikenal dengan kesantunannya dan kebaikan hatinya.
Menarik untuk dianalisis sikap supporter Garuda Indonesia pada pertandingan berikutnya di Glora Bung Karno, ada dua kemungkinan yang akan terjadi. Pertama, karena supporter Garuda Indonesia telah dipancing dengan cara yang tidak sportif oleh supporter Harimau Malaya, boleh jadi para supporter Garuda Indonesia akan lebih parah lagi dari apa yang telah dipraktekkan oleh para supporter Harimau Malaya. Dan tentunya ini tidak kita inginkan.
Kedua, sebaliknya, yaitu para supporter dan para pemain Garuda Indonesia bisa lebih menunjukkan kedewasaan dan sportifitas mereka ketimbang supporter Harimau Malaya. Dan inilah yang kita inginkan. Sebab, “orang yang kuat bukanlah orang yang dapat mengalahkan musuhnya dalam gulat, melainkan orang yang kuat adalah mereka yang dapat meredamkan emosinya ketika marah”, itulah petunjuk Baginda Nabi SAW yang mulia. Relevansi dari petunjuk yang mulia ini adalah sportifitas dan kedewasaan dalam pertandingan antara kedua belah pihak nantinya. Alangkah mulianya, jika dalam sebuah kemenangan diiringi dengan nilai-nilai sportifitas dan kedewasaan. Dengan demikian, akan memberikan motivasi dan semangat kepada kedua belah pihak untuk lebih giat lagi dalam berlatih. Yang menang benar-benar yang lebih unggul, dan yang kalah bukannya kekecewaan, melainkan sikap bisa menerima secara terbuka.
Oleh karena itu, untuk mencapai sportifitas pada pertandingan berikutnya, setidaknya ada tiga yang harus dilakukan sebagai berikut:
a. Pemerintah kedua belah pihak harus memberikan arahan kepada pihaknya masing-masing. Tujuannya tidak lain agar hubungan kedau belah Negara dapat berjalan lebih harmonis. Di mana seyogyanya dalam pertandingan ini dapat menggalang persabatan, bukan permusuhan.
b. Pemerintah kedua belah pihak, dalam hal ini para aparat yang terkait harus memeriksa lebih ketat lagi, terutama para supporter masing-masing. Alat-alat seperti senjata tajam, laser, kembang api, dan merecon, tentunya ini dapat mengganggu konsentrasi para pemain. Dan jangan diberikan peluang untuk bisa masuk.
c. Para supporter dan para pemain kedua belah pihak musti bisa lebih bersikap dewasa lagi. Silahkan saja mengaumkan yel-yel masing, tapi bukan mengejek dan mengolok-olok antara kedau belah pihak. Melainkan memberi semangat kepada para pemain masing-masing.
Harapan penulis, dan mudah-mudah harapa kita semua, pertandingan berikutnya, baik Malaysia maupun Indonesia, kita bisa sama-sama menampakkan identitas kemelayuan kita. Yang konon katanya, orang melayu dikenal dengan kesantunan dan kebaikannya hatinya. Karena pada hakikatnya, pertandingan semacam sepek bola seperti ini, tujuan utama selain merebutkan kemengan yang tentunya secara sehat, tentu juga di sana dapat merajut ukhuwah. Mudah-mudahan apapun hasilnya, menang atau kalah, kita sama-sama bisa menerima. Bagi yang menang, harus kita akui bahwa mereka lebih hebat dari kita dan tentunya bagi pihak yang kalah harus berlatih lebih giat lagi. Dengan demikian, dunia sepak bola kita kedepannya bisa lebih maju lagi.
Terkahir, barangkali ada benarnya, dunia sepak bola Eropa jauh lebih maju dan hebat dari dunia sepak bola kita, karena mereka begitu menjunjung tinggi nilai-nilai sportifitas. Jarang ditemukan dalam sebuah pertandingan di mana di dalamnya ditemukan perkelahian. Sementara kita, seakan-akan hal tersebut menjadi santapan dan kebiasaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar