Sabtu, 14 Mei 2011

Menyoal “Take Me Out” and “Take Him Out” Indonesia

Oleh : Edi Kurniawan*

Dalam beberapa bulan terakhir ini hingga hari ini, marak-maraknya Sebuah Stasuin Televisi Swasta Indonesia menayangkan acara “Take Me Out” and “Take Him Out” Indonesia . Sekilas pandang, acara ini sungguh sangat menggiurkan, apalagi bagi kaum muda. Bertapa tidak, acara yang dimainkan oleh puluhan Pemuda dan Pemudi yang menjajakan , cinta, ketampanan, keayuan, skill, kecakapan dan lain-lain, ini dapat membius jutaan penonton di seluruh santreo Indonesia terutama kaum muda.

Yang lebih membiuskan lagi, peramal cinta dan Ustaz cinta-Pun didatangkan sebagai peramal dan komentator cinta terhadap puluhan pasangan pemuda pemudi, baik yang sukses dalam pasangan dan mendapatkan cintanya ataupun yang kecewa karna cintanya ditolak, tidak dilewati ramalan dan komentarnya.

Acara ini bisa dikatakan sebagai Love Market. Puluhan peserta menjajakan cintanya dan puluhan pula yang akan membelikan “Cinta”. Beragam pasaran yang ditawarkan, mulai dari harga rendah sampai harga tinggi. Tinggi rendahnya pasaran tergantung dengan nilai barang yang dijual. Jika barangnya bagus, otomatis pasaran menjadi tinggi dan jika tidak memuaskan otomatis pasarannya rendah. Itulah analogi untuk “take Me Out” and “Take Him Out” Indonesia. Atau dengan bahasa langsungnya, jika yang menawarkan cintanya adalah yang tampan, ayu, molek, dompet tebal, skill Nya bagus, berkedudukan, tentu harga cinta yang ditawarkan menjadi tinggi. Akan tetapi amat disayang jika sebaliknya, yang ketampanan atau keayuan, dompet, skill, dan kedudukan biasa-biasa saja atau tidak memuaskan tentunya pasarannya menjadi rendah.

Manusia terkadang lupa bahwa sesungguhnya nilai manusia dihadapan tuhannya tidak diukur dengan kecantikan, ketampanan, harta, skill, kedudukan. Akan tetapi ukuranya adalah ketakwaan itu sendiri. Allah telah memuliakan anak-cucu Adam, ia lebihkan kedudukan dari makhluk yang lain. Tapi amat disayangkan, mereka sendiri yang membawa diri mereka kedalam kehinaan. Sebagai contoh diatas tadi, disini tampak nilai atau kedudukan seseorang berlandaskan materil belaka. Yang ayu, tampan, dompet tebal, skill, inilah yang menjadi idola. Hingga terkadang berdampak dengan timbulnya rasa sombong dalam dirinya. Tapi sebaliknya yang pas-pasan ia akan ditolak dengan begitu saja. Tentunya ini membuat mereka menjadi bersedih dan mempertanyakan kodrat tuhannya. Mengapa tuhan mengkaruniakan wajahku yang pas-pasan? hidupku pas-pasan? skillku pas-pasan? Kedudukanku yang hina? Badanku terlalu gemuk? Dan pertanyaan-pertanyaan lainnya yang menentang akan keadilan tuhan hingga berimbaslah kepada ketauhidan. Kemudian jika ada perestuan terhadap pasangan tampan dan ayu ini, siapakah yang bertanggung jawab jika di luarnya nanti mereka melakukan zina atau dosa lainnya?


“Take Me Out” and “Take Him Out” Indonesia Dalam Telaah Ketimuran
Indonesia adalah penganut nilai-nilai ketimuran. Nilai-nilai ketimuran dipenuhi dengan kesantunan dan kesopanan. Orang Indonesia dikenal orang yang santun dalam bertutur kata dan sopan dalam bersikap. Hingga seharusnyalah kita mengatakan “Saya bangga menjadi orang Indonesia”.

Tapi amat disayang pada hari ini, ada pergeseran nilai yang selalu berperang dalam kehidupan kita. Antara nilai-nilai tua warisan dari nenek moyang kita yang bersumber dari nilai-nilai ketimuran selalu berperang dengan nilai-nalai modern yang berasal dari barat. Sebagai contoh, “Take Me Out” and “Take Him Out” Indonesia . Ini adalah nilai-nilai modern yang berasal barat melalui globlisasi hingga menggeserkan nilai-nilai ketimuran yang dikenal dengan santun dan sopan.

Setidaknya ada tiga hal yang perlu dianalisis dan dikritisi dari acara ini melalui kacamata ketimuran:

1. Indonesia amat kental dengan nilai-nilai ketimuran. Dalam proses atau langkah menuju pernikahan kita mengenal adanya proses Ta’aruf, Khitbah, Akad Nikah dan Walimatul Urusy. ini kelihatannya asing bagi pemuda sekarang. Padahal ini adalah lebih aman dari fitnah dan dosa. Akan tetapi dalam acara yang disebutkan di atas sudah melenceng dari nilai-nilai ketimuran. Cinta hanya diperjajakan dan cinta hanya dipandang dari segi materil. Semakin tampan dan berdompet tebal, maka harganya semakin tinggi. Dan ini sangat kontra dengan nilai-nilai ketimuran, dimana timbangan utamanya adalah akhlak yang mulia yang akan mengantarkan selamat di dunia dan selamat di akherat.
2. Etika dalam berpakaian sudah mulai pudar atau sudah pudar dalam acara ini. Dan ini nampak pada kaum hawanya. Dimana ia menggunakan pakaian yang memperlihatkan kemolekan dan kebugaran tubuhnya. ini katanya modern. Tapi sebaliknya nilai-nilai ketimuran. mengajarkan perempuan berpakaian menutupi aurat yang tidak ada tujuan lain adalah untuk memelihara dan menjaga kehormatan perempuan itu sendiri. Kita mengenal adanya baju kebaya, baju kurung dan lain-lain, ini adalah produk dari nilai-nilai ketimuran.
3. nilai-nilai ketimuran sangat sangat mengedepankan “perasaan”, dalam artian menjaga perasaan sesema saudara. Tapi di sini yang kita lihat lemahnya sikap menggargai sesama. Sebagai contoh, si tampan yang ditolak cintanya oleh dara-dara cantik akan merasa begitu kecewa hingga komentarnya di belakang panggung men-cam-kan dara-dara cantik sebagai orang yang sombong karena rasa kecewanya. Akan tetapi dalam nilai-nilai ketimuran, jika lamaran sesorang tidak diterima penolakannya secara halus dan santun agar tetap bisa menjaga perasaan.


Teladan Cinta
Ada sebuah teladan cinta dari sebuah keluarga yang pantas kita acungi jempol. Di ceritakan bahwa pada suatu hari ada dua orang yang bersahabat bertemu di suatu tempat. Mereka adalah Syuraih dan Asy-Sya’labi. Asy-Sya’labi bertanya kepada Syuraih: “wahai sahabatku, bagaimanakah keadaan rumah tanggamu?”. Syuraih menjawab: “Dua puluh tahun sudah aku berkeluarga, akan tetapi belum pernah aku dapati istri melakukan suatu perbuatan yang dapat membuat diriku marah”. “tidak mungkin, bagaimana itu bisa terjadi sahabatku?” Tanya Asy-Sya’labi. Dan akhirnya ia pun menjelaskan: “sejak malam pertama aku berjumpa dengan istriku, aku dapati pada dirinya kebaikan, keelokan, dan kecantikan yang langka. Hingga itupun membuat aku bersyukur kepada Allah atas karunia istri shalehah yang diberikan kepadaku dengan melaksanakan shalat dua rakaat. Ternyata ketika aku shalat, isrikupun mengerjakan shalat seperti shalatku dan ketika aku salam, istrikupun salam seperti salamku.” Ketika rumahku kosong dari tamu-tamu dan sanak saudaraku, istrikupun memanggilkanku dan aku menjulurkan tanganku kepadanya. Istriku berkata kepadaku: “Segala puji bagi Allah, aku memujinya, memohon bantuannya, dan aku menyampaikan shalawat kepada Nabi Muhammad dan keluarganya. Wahai suamiku, engkau adalah orang asing bagiku dan aku juga asing bagimu, jelaskan kepadaku hal-hal yang engkau sukai supaya bisa aku memenuhinya dan hal-hal yang tidak engkau sukai"supaya bisa aku jauhi. Demikian juga, Allah telah mempertemukan kita berdua. Padahal dil ingkunganmu ada perempaun yang sepadan denganmu begitu juga aku, ada laki-leki yang sepadan denganku. Ternyata ini adalah karunia Allah kepada kita”.

Kemudian Syuraih melanjutkan cerita kepada sahabatnya Asy-Sya’labi. “Pertanyan istrikupun aku jawab. Aku tidak menyukai ini dan ini, itu dan itu hingga kemudian aku berbalik bertanya kepada istriku, tentang apa yang ia sukai dan yang tidak ia sukai supaya bisa aku lakukan atau aku tinggalkan?”. Istriku menjawab: aku tidak suka ini dan ini, itu dan itu”. Hingga akhirnya teranglah bagi kami kesukaan dan ketidaksukaan masing-masing. Hingga benar-benar kami menjaga selama dua puluh tahun. Demi Allah aku tidak pernah melihat wajah istriku marah atau tidak senang selama waktu itu, kecuali pernah satu kali dan ternyata itu adalah kesalahan diriku sendiri.

Subhanallah! Itulah sebuah cerita rumah tangga sakinah, mawaddah dan rahmah yang berlandaskan kepada ketakwaan. Tentunya akan mendapatkan kenang-kenangan serta nasehat bagi orang-orang yang berakal. Pertanyaannya adalah, “mampukah alumni-alumni Take Me Out atau Take Him Out Indonesia mewujudkan teladan-teladan cinta yang menakjubkan?”.

(Penulis adalah Alumni Fakultas Syari’ah IAIN STS Jambi/Ketua Divisi Pengkajian Hukum dan Politik Forum For Studies Of Islamic Thought And Civilization (FISTAC)

Tidak ada komentar: