Selasa, 03 Mei 2011

MASA DEPAN DUNIA BOLA SERUMPUN MELAYU (Garuda Indonesia vs Harimau Malaya)


Oleh: Edi Kurniawa, S. Sy*

Akhirnya selesai sudah ajang laga perebutan piala AFF 2010. Dan  Malaysia mencatat sejarah sebagai peraih piala. Terlepas dari beberapa desar-desir kecurangan dari pemain ke 12 (baca: supporter). dari team tersebut tatkala pertandingan Stadiun Nasional Bukit Jalil Malaysia, Harimau Malaya hari ini berubah menjadi team yang sangat diperhitungkan di tingkat Asean.
“Bola itu bulat”, barangkali itulah yang menggelindingkan menang dan kalah dalam sebuah permainan. Tergantung strategi dan kelincahan orang-orang yang menggelindingnya. Kelincahan Garuda Indonesia dan harimau Malaya, sama telah memperlihatkan taringnya masing-masig. Harimau Malaya hadir striker muda, Mohm. Syafee Sali yang mendapat pernghargaan sebagai pencetak gol terbanyak. Sementara dari team Garuda Indonesia tercatat Firman Utina, kapten Garuda Indonesia, yang dinobatkan sebagai pemain terbaik AFF 2010.
Tulisan ini bukan bermaksud menerawang menang dan kalahnya Garuda Indonesia vs Harimau Malaya beberapa waktu lalu, begitu pula prestasi-prestasi dari masing-masing pihak dalam laga AFF 2010, ataupun kecurangan kecurangan dari pemain ke 12. Melainkan mencoba membaca masa depan dunia bola dari kedua Negara serumpun melayu ini.

Masa Depan Dunia Bola Serumpun Melayu
Dalam sejarah bola, Harimau Malaya hampir tidak begitu terlihat taringnya, apatah itu di tingkat Asean, terlebih-lebih pada tingkat dunia. Semantara Indonesia, pernah tercatat sebagai Negara dari Benua Asia yang pertama ikut serta piala dunia pada tahun 1938 dan selalu berada di atas rata tingkat Asean. Namun ini harus diakui, usaha keras Rajagopal mendidik anak asuhnya Mohm. Syafee Cs membawa Harimau Malaya menjadi team yang tangguh yang cukup dipertimbangkan dan menyihirkan mata.
Untuk meramal masa depan, bukanlah suatu hal yang mudah. Masa depan kedua team dari negeri serumpun melayu ini, dapat dilihat setidaknya terletak pada tiga hal, yaitu: pada perhatian pemerintah, fasilitas, dan manajemen. Bila tiga hal ini diramu menjadi satu, tidak menutup kemungkinan dalam beberapa tahun ke depan kedua team ini berubah menjadi team menghipnotis mata dunia.
Jika dibaca dari dari semua sisi kedua Negara serumpun melayu ini, secara kuantitas (baca: jumlah penduduk), penduduk Malaysia tidaklah seberapa dibandingkan dengan penduduk Indonesia. Namun, jumlah penduduk tidak menjamin menadapatkan kualitas yang baik.
 Dulu, konon pernah dikatakan Malaysia bealajar kepada Indonesia, dan Malaysia banyak mendatangkan guru-guru dari Indonesia. Tapi hari ini, Malaysia berubah menjadi Negara yang menjadi salah satu Negara tujuan, yang cukup diperhitungkan dalam dunia pendidikan. Begitu pula dari sisi ekonomi, politik, dan tekhnologi, hari ini mereka telah meninggalkan Indonesia. Demikian pula halnya dalam racikan agama dan budaya sebagai simbol melayu, ramuan Ismail Raji al-Faruqi dan Syed Nuqib Muhammad al-Attas berhasil meramu agama dan budaya dalam kehidupan bermasyarakat. Barangkali begitu pula dalam dunia bola, hari ini mereka telah berjalan satu langkah di atas Indonesia.
Untuk mendapatkan pemain yang berkualitas, Indonesia dan Malaysia sama-sama telah bekerja keras. Cuma barangkali terletak pada sejauh mana usaha keras mereka.
Hari ini Malaysia berani mengucurkan dana yang besar untuk menggenjot pemain lokal, bukan untuk menyewa pemain asing. Begitu pula dari sisi fasilitas, mereka mempunyai dua lapangan yang bertarap Internasional. Satu lapangan rumput sintesis dan satu lapangan rumput biasa. Demikinal pula halnya dengan Indonesia, dana yang dikucurkan juga tidak sedikit jumlahnya, meskipun barangkali tidak sebesar Malaysia. Dan Indonesia juga mempunyai dua lapangan yang berstandar Internasional, Glora Bung Karno dan Glora Sriwijaya. Namun Indonesia belum mempunyai lapangan sintesis layaknya Malaysia. Karena itulah, saat Presiden SBY mengunjungi timnas beberapa waktu lalu, fasilitas yang pertama yang diminta Riedl adalah lapangan sintesis.
Malaysia pada tahun 2007 lalu, berani memutuskan pelarangan para pemain asing untuk merumput di lapangan Malaysia, ini demi tujuan menggenjot pemain lokal. Namun ini kontras dengan Indonesia yang wajah-wajah asing masih menghiasi dunia bola Indonesia yang tentunya dapat menghambat potensi-potensi lokal.
Kondisi inilah yang sebenarnya terjadi di Indonesia saat ini. Ketika melakukan seleksi pembentukan timnas, pelatih Alfred Riedl sempat mengeluh kesulitan mencari pemain bagus di beberapa posisi. Lantaran pada posisi tersebut mayoritas ditempati pemain impor. Sementara Krishnasamy Rajagopal, pelatih Harimau Malaya bisa lebih gampang meramu pemain-pemain muda untuk menjadi tim yang solid tanpa ada ramuan asing.

Kesimpulan dan Saran
Masa depan dunia bola dari kedua Negara serumpun melayu ini kedepannya sama-sama bisa berpeluang menjadi team yang tangguh menyihirkan mata dunia. Namun permasahalahnnya bisa jadi Harimau Malaya akan lebih jauh meninggalkan Garuda Indonesia jika pemerintah kurang memperhatikannya, termasuk juga dalam sisi pembinaan, manajemen pengelolaan, dan kucuran dana kepada pemain-pemain yang berprestasi. Ataupun sebaliknya, malah Garuda Indonesia akan melangkah jauh meninggalkan Harimau Malaya.
Masa depan bukan hari ini, tapi yang dilakukan hari ini itulah cerminan masa depan.  Hasil didikan keras Rajagopal, telah melahirkan pemain lokal yang tangguh yang dapat dilihat pada mesin pencetak gol, Mohm. Syafee Sali Cs. Sementara hasil didikan Riedl, cuma yang lebih terlihat pada wajah-wajah impor, laksana Cristian Gonzales dan Irfan Bachim.
Karena itu, untuk membaca masa depan, ada tiga kombinasi yang tidak bisa terlepaskan, yaitu perhatian pemerintah terutama dalam masalah dana untuk menggenjot pemain lokal, tercukupinya fasilitas, dan manajemen yang bagus.
Akhir kata, siapapun kita, Garuda tetaplah di dada kita. Harapan saya dan mudah-mudahan harapan kita semua, pemerintah kita sudah selayaknyalah lebih intens membina bakat-bakat anak negeri, bukan ketergantungan kepada pemain impor. Memperbaiki dan melengkapi fasilitas-fasilitas. Dan mengelola manajemen untuk lebih bagus lagi.  (Edi Kurniawan, S. Sy. Adalah alumni Fakultas Syari’ah IAIN STS Jambi, Ketua Umum LDK Al-Uswah IAIN STS Jambi).

Tidak ada komentar: