Selasa, 03 Mei 2011

Hasibu Anfusakum Qabla Antuhasibu

Saudaraku yang saling mencatai karna Allah…

Beranjak dari kehidupan ini, manusia lahir dan tumbuh berkembang, hidup kemudian mati sesuai kodrat Allah yang Maha Kuasa, yang kemudian menjadi catatan sejarah yang kadangpun manusia tiada belajar dari sejarah itu. Berapa banyak manusia yang menutup lembaran kehidupannya dengan sia-sia dan tiada guna di akhirat, berapa banyak pula kisah-kisah yang disodorkan kepada kita melalui kalam-Nya yang mulia, terkadang pun kita sebagai manusia lengah akan hal itu pula.


Kita sebagai khairu ummatin yang dilahirkan ke atas bumi, sebagai ummatun wahidah, sebagai penyeru 'amar ma'ruf nahi munkar dan sebagai mukmin yang mengharap keridhaan-Nya agar bisa memperoleh jannatunna'im, harus menyadari akan makna, hakikat, ibrah dari kehidupan yang singkat ini. Mukmin yang sejati, merasai hidup ini adalah perjuangan, penuh halangan dan rintangan, tetapi ia selalu tabah menghadapinya, ujian yang ia rasai hanyalah ia anggap nikmat dari-Nya bukan azab.


Kadangkala kita lengah akan hidup yang kita jalani, kadangkala tak berada di jalan yang lurus, sifat-sifat syaithani telah merusaki niatan kita, melemahkan azzam dan membelokkannya dari jalan yang lurus. Rasa iri, riya, dengki dan hasad telah menutupi hati kita dari kebersihannya untuk berjuang di jalan-Nya.


Semakin kotor hati kita, semakin pula kusam dan pekat hati kita, kegelapan yang ada menyertai. Dan cahaya ilahi pun sirna oleh kehitamannya. Nur itu yang menunjukki dan membimbing kita ke jalan lurus, sirna oleh kotornya hati kita.


Jika dahulu cahya itu menerangi kalbu kita, sehingga kita selalu tersenyum tatkala bertemu wajah dengan saudara seiman, tetapi lihatlah sekarang, cahaya yang sirna telah membuat hati kita hasad, bertemu saudarapun hanya cibiran wajah yang terlihat.

Saudaraku yang saling mencatai karna Allah…

Jika cahaya itu juga menerangi kalbu kita, sehingga senantiasa kita rajin melaksanakan qiyamullail dan terasa nikmat tatkala kita bermunajah di malam yang sepi, sirnanya nur di hati membuat kita enggan melaksanakannya lagi bahkan kita merasa berat.


Kita merasa sudah melaksanakan kewajiban 5 waktu, walaupun telat, sunnah tak perlu kita lakukan lagi. Masya Allah. Kotornya hati telah membuat malas untuk beribadah, untuk tilawah, untuk shaum sunnah yang selalu di anjurkan junjungan kita, Rasullah s.a.w. Do'a iftitah (pembuka) di dalam sholat kita, inna sholati wannusuki wa mahyaya
wamamaati lillahi rabbil 'alamin (...sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah tuhan semesta alam..) tak pernah terealisasi dalam hidup kita. Kita sering melanggar, melawan bahkan lupa mengingati-Nya.
Tapi kita tak mau disebut orang yang durhaka, munafik kepadaNya, lalu kita ini apa ? menyatakan janji tapi tak pernah menepati ?

Sirnanya cahaya di hati itu pula telah membuat kita sering melawan dan membangkang
kepada ibu, ayah kita. Mereka yang selama ini mendidik dan membimbing kita menjadi anak yang berguna, kini melawan. Kuasa apa kita ini, mereka kini semakin tiada berdaya dan lemah menghadapi perlakuan kita yang tiada benar di hadapan mereka. Ibu kita sering menangis, ayah kita semakin murung. Mereka sering bertanya dalam hati, anak yang telah dikandung selama -+ 9 bulan, kini tiada guna, anak yang telah disusui selama -+ 2 tahun kini membuang habis kasih sayang yang selama ini telah diberikannya.

Saudaraku yang saling mencatai karna Allah…

sirnanya cahaya telah membuat dan menjadikan kita seperti itu.
Fastabiqul Khairat . .
Semoga kita menjadi hamba yang berserah diri.
Semoga jannatunna'im, haruman Raihan dan manisnya telaga salsabila kelak akan kita peroleh. amin.
Hadiyanallah wa iyyakum ajmain.

Tidak ada komentar: