Minggu, 08 Mei 2011

Kekuatan Idiologi Bangsa


Akhir-akhir ini yang terasa kurang pada bangsa ini adalah gelora idilogi bangsa. Setiap komunitas seharusnya selalu memiliki idiologi. Idiologi bisa diartikan sebagai  cita-cita ideal masa depan. Oleh karena itu, idiologi sangat penting untuk memberikan arah, kekuatan, daya hidup, dan bahkan juga menyatukan seluruh komponen yang ada.
Bangsa Indonesia  sebenarnya telah memiliki idiologi itu, yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika. Namun akhir-akhir ini, idiologi tersebut tidak banyak digelorakan. Saya lebih suka menyebutnya  sebagai digelorakan dan tidak sebatas disuarakan, agar memiliki kekuatan lebih. Saya menganggap bahwa idiologi tidak cukup hanya disuarakan. Idiologi seharusnya selalu   digelorakan  secara terus menerus.   
Sebagai cita-cita, idiologi akan menjadi kekuatan penggerak,  dan sebagai  sesuatu yang diperjuangkan.  Semangat berjuang akan melahirkan kerelaan untuk berkorban. Berjuang dan berkorban adalah dua kata yang tidak bisa dipisahkan. Seseorang disebut sebagai pejuang manakala yang bersangkutan mau berkorban.  Sebagaimana pula pengorbanan adalah untuk sebuah perjuangan.
Komunitas yang tidak berorientasi untuk berjuang dan apalagi  kehidupannya hanya diwarnai oleh semangat yang bersifat  prakmatis, kekinian, dan  jangka pedek, maka akan melahirkan budaya korup, nepotis dan kolutif. Oleh sebab itu sebenarnya, penyimpangan sosial seperti  kolusi, korupsi dan nepotisme tersebut  adalah sebuah produk dari masyarakat yang tidak memiliki idiologi secara jelas. Atau, idiologinya  jelas tetapi tidak digelorakan, sehingga akibatnya tidak mampu melahirkan  gerakan kebersamaan.
Lingkungan birokrasi yang tidak  berhasil menghidupkan suasana atau iklim  perjuangan, dan apalagi hanya digerakkan oleh  aturan formal, maka akan rentan tumbuhnya suasana korup dan atau berbagai bentuk penyimpangan. Itulah sebabnya, sementara pakar mengatakan bahwa birokrasi cenderung korup.  Hal itu terjadi oleh  karena birokrasi tidak selalu dihidupkan oleh semangat berjuang, melainkan oleh  kekuatan mesin birokrasi yang bersifat teknis dan rutin.
Pancasaila, UUD 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika adalah merupakan  idiologi  bangsa yang sedemikian jelas. Idiologi  tersebut telah berhasil menjadi milik bagi seluruh rakyatnya. Kesadaran sejarah hingga melahirkan pilar-pilar kehidupan bangsa tersebut  seharusnya digelorakan secara terus menerus dari waktu ke waktu,  dijaga,  dan tidak boleh  siapapun memanipulasinya.
Manakala idiologi besar tersebut berhasil digelorakan  hingga  benar-benar berhasil menjadi milik seluruh bangsa ini, maka secara otomatis akan mencegah munculnya idiologi baru sebagai tandingan.  Atas dasar pemahaman itu, maka munculnya kembali isu NII misalnya,  sebenarnya adalah oleh karena idiologi besar sebagaimana dikemukakan di muka semakin tidak  terdengar digelorakan.
Setiap organisasi, dan apalagi organisasi besar seperti  sebuah bangsa,  sangat memerlukan idiologi yang mampu menggerakkan seluruh komponen yang ada. Idiologi  adalah mirip dengan  agama,  kedua-duanya selalu ada bentuk   ritualnya. Upacara bendera,  menyanyikan lagu kebangsaan, dan seterusnya adalah  bentuk ritual idiologi kebangsaan.  Ritual itu mempertegas bahwa   dalam  kehidupan berbangsa,  maka harus ada sesuatu  yang  dihormati, dihargai, dan dijunjung tinggi, untuk menghidupkan semangat kebangsaan itu.      
 Selain itu, masih menjadi bagian dari idiologi,  lambang-lambang  yang dimiliki bersama  sebagai kehormatan bangsa harus selalu dihidupkan di dalam alam kesadaran seluruh warganya. Bagi bangsa Indonesia, lambang-lambang itu misalnya  berupa  bendera merah putih,  burung garuda, lagu kebangsaan,  para pahlawan,  kepala negara dengan istananya, maka semua  harus selalu ditempatkan pada posisi terhormat. Lambang-lambang itu menjadi identitas,  dan kehormatan  bersama.   Bahkan,  harkat dan martabat  setiap warga negara tergambar dan berada pada lambang-lambang itu. 
Betapa besar kekuatan idiologi bangsa  dalam menggerakkan kekuatan seluruh rakyat, bisa dilihat tatkala bangsa  ini berjuang,  berperang  melawan penjajah  untuk merebut kemerdekaannya. Pada saat itu,  setiap orang atas  kecintaannya  terhadap tanah air, bersedia mengorbankan kepentingan individu, kelompok, suku dan kedaerahan untuk membela bangsanya. Bahkan  mereka mau melepaskan apa saja  yang ada padanya untuk kepentingan bangsanya, tanpa peduli apa  yang akan   diperolehnya kemudian.     
Idiologi  bangsa   seperti itu harus selalu dipelihara dan digelorakan oleh seluruh pemimpinnya,  di semua level  yang ada. Idiologi bangsa  berfungsi  merangkum dan menyatukan seluruh komponen yang ada  dan sekaligus  menjadi kekuatan untuk menghindari  terhadap  munculnya idiologi  baru yang tidak boleh  tumbuh dan berkembang.   Tanpa idiologi yang selalu digelorakan,  maka   sebuah bangsa akan  kehilangan arah dan orientasi,   dan sebagai akibatnya  pula akan   lahir konflik dan bahkan juga  berbagai penyimpangan yang tentu tidak mudah diberantas.

Catatang ini diambil dari kolom Rektor UIN Maulana Malik Ibrahim Malang Oleh Prof.Dr.H.Imam Suprayogo dalam:

1 komentar:

habibi daeng mengatakan...

keep blogging ^_~